Rabu, 21 September 2011

BF


menerima keluh kesah dari kita. Itulah definisi yang sering keluar dari orang-orang yang di tanya. Tapi hanya sebatas itukah? Menurutku tidak. Bahkan kadang tak dapat di ungkapkan dengan sebuah definisi, tapi ada di dalam hati.
Lalu, seberapa besar sahabat anda menganggap anda sebagai sahabat? Seberapa besar anda menerima mereka sebagai sahabat tentunya jawaban ada di dalam hati.
Penahkah anda terkekeh dengan tingkah sahabat yang mungkin aneh-aneh? Lebih aneh saat bersama anda ketimbang dengan teman yang lain. Menurutku itu adalah bentuk dari diri mereka yang tak ada rasa JAIM atau jaga image? Mengapa mereka begitu apaadanya saat di hadapan anda? Tak adakah rasa malu akan di tertawakan oleh anda?
Jawabannya, karena mereka telah mempercayakan anda untuk dapat menerima mereka apa adanya. Karena mereka telah mempercayakan anda bagaimana sebaiknya. Jika itu hal baik, maka mereka percaya anda dapat menerima dan mengambil hikmahnya. Tapi, bagaimana jika yang mereka lakukan atau kebiasaan mereka itu kurang baik ? itu artinya mereka percaya bahwa anda dapat membantunya menjadi lebih baik.
Sadarkah anda? Mereka tampil apa adanya. Karena mereka menjadikan anda sebagai sahabat karena mereka percaya bahwa anda dapat menerima jati diri mereka yang sebenarnya. Apakah itu suat kebanggaan? Ya , of course ! karena persahabat itu adalah kepercayaan.
Tetapi, bagaimana ketika sahabat anda tak mencurahkan semuanya pada anda? Hanya dalam beberaa hal mereka mengeluh pada anda, hanya beberapa hal mereka bererita panjang lebar? Itukah suatu kepercayaan? Apa itu berarti mereka tak percaya? Bukan, bukan itu. Dalam suatu persahabatan, kita tak bole lupa bahwa kita adalah seorang individu yang tetap membutuhkan waktu untuk sendiri. Semua orang punya rahasia, dan semua orang selalu ingin menyelesaikan masalahnya jika ia mampu untuk menyelesaikannya sendiri. Itu wujud kepercayaannya pada dirinya sendiri.   
Semoga bermanfaat. Amin . Allah SWT  bless us.

Minggu, 21 Agustus 2011

long life my family

Ketika aku melihat ibuku, aku melihat seorang ekonom dan psikolog pribadi terhebat di seluruh dunia. Beliau adalah pejuang besar.
Saat aku melihat ayahku, aku melihat seorang laki-lak penuh kasih sayang.
Dan saat aku melihat kakakku, aku melihat seorang laki-laki yang rela berkorban besar. Sangat besar hingga aku tak membayangkan sanggukah aku?            *)


Dan saya bersyukur saat di lahirkan dengan nama SANDIRA ULTRA UTAMI. Alhamdulillah dengan semua ini.    *)



*selengkapnya ada di dalam hati

Rabu, 03 Agustus 2011

tidak jelas

PETUALANGAN SHANDIRA DKK
            Di suatu hutan yang lebat, hiduplah se...halah. di suatu hari yang cerah, di SMA tercinta, SMAN 1 YOGYAKARTA.
            Satu hari menjelang libur awal puasa-jumat-, berlangsunglah acara kajian di SMAN 1 yang intinya motivasi dalam menggapai cita-cita berlandaskan iman. Subhanallah. Kajian tersebut di sponsori oleeeeeehh... es krim dari buk kantin,enak juga lo. Aku dapet 2. Hehehe. Tapi temen-temen ku juga kok. Jangan dikira aku paling doyan yaaaa.
            Flash back. .sebelum kajian. Aku ikut nimbrung temenku yang lagi pusing bikin LPJ..dia adalah L1Tt4. Anak scout. Walau aku bukan anak scout, aku sering nibrung...hehehe. Rasanya kasian juga melihat raut wajah sahabatku itu kemat-kemut. Xixixi, sabar ya sayang. Mana gak jadi jadi lagi. Hehehe.
§  Move on, kajiaaaan terererereteeeet jreeeeng...   
§  Berakhir, saatnya pulang.
§  (hape LITTA getar) 
            Litta: adoh, pie iki. Aku suruh cari Pak Agung ki.
            Sandd: sapa lit? Pak Agus?
            Afi       :  Agung sand..
            Sandd: ow Pak Agung, mau ngapain cari pak Agus? Eh pak Agung.
            Litta: minjem aula.
            Sandd: kenapa jadi tugas sekre semua sih? Itu mah tugas perkap Lit.
            Afi: sabar deh,
            Litta: masalahnya surat ijinya belum tak buat
            Sandd & Api: ooooooooooooooooOOOOOOOOOO ;0
§  Bingung cari pak Agung, coz Litta belum tau yang mana. Padahal udah ashar, emang pak nya masi di sekolah? Berdoa wae Lit,

Pada akhirnya kita cari di aula. Gak ada. Lanjut, cari ke lobi. Noting. Ketemu salah satu alumni, tanya. “oh, cari di ruang sebelah aula dek, kalo gak di sebelah ruang musik”. “Oke mbak, makasih”. Kita memutuskan destination dari mbak tadi. ----a gak ada semua. Helloooo mister, where are youuuu??? Susah bener sih. Akhirnya nanya ke pak satpam, suruh ke deket ruang musik, ya Allah sama aja balik lagi. Udah deh, kita geje kesana kemari kayak  setrikaan, sampai-sampi kita ke ruang deket aula 3x. Sampai bingung bisa bisanya di ulang. Padahal jelas udah gak ada. Saking gejenya, kita nyari pak Agung di parkira. Loe kata pk Agung helm apa? >.<
Akhirnya, sandira punya ide yang sangat AMAZING! Lit, ayooo pulang. Mana kakaknya Lita udah nunggu lagi. Nganti kemripik. Yo wes lah. Intinya, kita-kita di dangtungkan sama Pak Agung. Kenapa sih pak, udah pulang. Yang ma pinjem aula kan akhwat manis
                       

Selasa, 02 Agustus 2011

hahahahahambuh


Bukan letih, tapi belajar berserah
Ibuku tercintapun ngendika bahwa ini butuh perjuangan. Awalnya, aku berpikir bahwa setiap orang punya kesalahan. Aku mencoba untuk belajar tentang memberi sebuah kesempatan ulang, karena ku juga berharap pada saatnya akan mendapat kesempatan itu juga. Tapi saat ini, saat akupun tak sepenuhnya salah..okelah, aku juga salah. Sebenarnya ini lebih kepada ketidakpahaman masing-masing pihak. Tetapi, saat aku tak ingin ada dendam pada siapapun, bahkan aku tak ingin ada rasa benci kepada siapapun, usahaku tak 100% berhasil. Saat ku ingat kembali, semua ada baiknya jika mau untuk kembali belajar dari kesalahan. Tapi nampaknya? Entahlah.
            Akhirnya, ku ucap doa , 2 th lagi ya Allah, semoga lebih baik. Amiiin. Doa itu benar aku panjatkan. Tapi.. ya memang selalu ada tapi. Bukan aku letih, tapi...usahaku? sedikit sekali mendapat perhatian. Bukan berarti aku selalu ingin di utamakan. Tapi aku tak pernah terdiam. Aku tak pernah bungkam. Aku tak pernah melakukan seperti apa yang ku dapatkan ini. Aku pernah mendengar, jadilah orang yang tau ‘siapa kamu, dimana kamu, harus bagaimana kamu’ .  Kata-kata yang sangat menginspirasi aku dan teman-temanku. Tapi aku sudah lakukan sebisaku, Semampuku.
            Sampai pada pemikiran, esok adalah misteri apalagi 2 tahun lagi. Sedang Allah dengan kuasanya memberi yang terbaik. Bukan aku lelah tapi aku pasrah, bukan aku letih tapi aku berserah. Ini terlalu membingunkan. Detik ini dan detik yang lalu, berbeda tentang apa yang kudapatkan. Ya, aku tak sempurna. Bahkan aku sedang dalam proses pendewasaan, mungkin terkadang labil, tapi ini masih proses. Belum pada tahap hasil. Semoga Allah selalu merahmatiku dan keluargaku. Alhamdulillah, aku kini lebih tenang. Aku percaya Allah. Yang terbaik akan datang. Terimakasih kepada semua orang yang mengajarkanku pendewasaan diri. Semoga Allah merahmati kalian. Sukses kita semua. Amiin.

Rabu, 27 Juli 2011

cerita pendek buat alm.simbah aku . love u muach :*



Mentari Saat Petang Menjelang
 “Bagaimana ini Mbah?” tanya kakak sepupuku dengan nada khawatir. Terlihat wajah simbah yang  telah berkerut itu menyimpan kekhawatiran yang lebih. “ Ayo naik saja ke atas,” kata simbah dengan nada yang naik turun.  Kakak sepupuku pun mengantarkan simbah naik ke atas, ke dek kapal. Sebuah kapal yang akan mengantarkannya kembali ke Jogja, kini seakan menjadi ‘momok’ besar bagi simbah. Perlahan simbah yang tengah menaiki tangga untuk menuju ke dek kapal berhenti, memegang dadanya yang dirasanya detak jantungnya menjadi lebih  cepat ,  tak sebanding dengan langkahnya. Tak mampu lagi melanjutkan langkah kakinya. “Bagaimana, Mbah? Apa kita kembali saja ke dalam bus?” tanya kakak sepupuku pada simbah. Simbah hanya mengangguk pelan dan terus menunduk. Dipapahnya simbah kembali ke dalam bus.  Sesampainya di dalam bus, kakak sepupuku hanya terdiam melihat keadaan simbah seperti itu.
            Keadaan simbah tak kunjung membaik. Kakak sepupuku pun hanya dapat berdoa dan menyuguhkan senyumannnya pada simbah. Bus pun berhenti pada sebuah POM bensin. Kakak sepupuku pun turun untuk memberi kabar pada keluarga tentang keadaan simbah.
            “Allahu akbar Allahu akbar, La ila ha illallah,” kata simbah perlahan. Kata yang di ucapkan simbah dengan sangat lirih dan merintih, bersamaan dengan adzan yang tengah berkumandang. Di pandangnya langit-langit bus, simbah pun menangis. Di dapatinya sebuah jalan lain yang tak pernah ia temui sebelumnya. Tak tau apa yang dilakukan simbah untuk mempertahankan sukmanya yang di tarik dengan paksa, yang pasti sangat sangat menyakitkan. Tak dapat membayangkan bagaimana simbah harus berjuang sendirian, tanpa ada seseorangpun di sampingnya. Matahari pun terbenam, dan saat itu pun waktu simbah telah hilang, seakan di tarik bumi di sebelah barat bersama sang penerang.
            “Simbah..Simbah,” kataku perlahan penuh dengan keraguan. “Apakah benar semua ini? Apakah secepat ini Ya Allah, Engkau meminta simbahku kembali?” kataku dalam hati. Sebuah gejolak yang tak karuhan dalam hati. Gejolak yang membuat hatiku terasa berat, terasa sakit. Sebuah pemikiran yang membuatku hampir putus asa karena kutau semua ini tak kan kembali lagi.
            Hari itu hari Minggu, 23 Februari 2008. Dimana kenanganku bersama simbah terkubur bersama raganya. Tak kuasa lagi aku membendung air mata. Semua tumpah begitu saja. Teringat olehku bahwa kata simbah aku harus menjadi seseorang  yang kuat dan pantang menyerah. Menjadi seseorang yang tangguh dan menjalankan semua kebaikan dengan ikhlas. Pada akhirnya, kuputuskan untuk menyeka air mataku dan kembali bangkit. Ku ikhlaskan semua yang terjadi, karena memang itulah yang harus aku lakukan. Dan Allah sangat tak menyukai umatnya yang berputus asa. “ Inilah yang terbaik, inilah yang terbaik untuk semuanya,” kataku dalam hati, kata yang terus ku ulang-ulang.
            Keinginanku untuk mendengar banyak cerita menarik dari simbah selama di Palembangpun sirna sudah. Seakan simbah menyelesaikan segala urusannya dengan berkunjung ke Palembang. Karena yang kutau simbah memang mempunyai urusan yang harus diselesaikan di sana. Seakan perkataan itu benar, karena ini adalah kunjungan simbah yang terakhir mengingat fisik simbah yang tak sekuat dulu lagi, ditambah dengan penyakit jantung yang telah dideritanya.
            Semua itu terjadi saat aku tengah kelas dua SMP, saat-saat yang membuatku berlinang air mata. Kakek, yang biasa ku panggil simbah itu telah meninggalkan aku. Simbah yang sangat menyayangiku, sampai-sampai aku tak pernah kena marah olehnya. Simbah  mengajarkan aku tentang sebuah arti kehidupan. Memberiku banyak pengalaman hidup. Kembali kutata hidupku, ku ingat segala petuahnya. Harapnya agar aku menjadi anak sholeh, berbakti pada orang tua, dan mencapai masa depan yang gemilang. Terus belajar untuk sebuah perjalanan hidup yang harus selalu lebih baik. Dan kini pun aku tengah meracang masa depan itu. Kini aku telah sampai pada bangku SMA, di SMA N 1 Teladan Yogyakarta. Sebuah sekolah yang dikagumi banyak orang. Dan seandainya simbah masih bersamaku pasti simbah juga akan bahagia.
            Hari ini aku memulai belajar di SMA N 1 Yogyakarta ini. SMA N 1 adalah sekolah yang menggunakan sistem ‘moving class’. Dimana kita harus berpindah kelas saat pergantian pelajaran. “Cepat,cepat. Bergegas !!” kata seorang temanku yang memang menjadi pengurus kelas. Suasana sangat gaduh dan serba terburu-buru. Untungnya aku telah sampai lebih dulu daripada teman-temanku yang lain dan duduk dengan tenang. “Cepat,cepat!!,” kata temanku lagi. Mendengar suara itu, akupun teringat pada kejadian dua tahun yang lalu.
“Cepat,cepat, penumpang lanjut usia harap naik ke dek kapal!” kata petugas kapal. “ Pak, Pak, segera menuju ke dek kapal Pak!” kata petugas kapal itu pada simbahku. “Ada apa memangnya, Pak?” tanya simbahku pada petugas kapal tersebut. “Gelombang naik Pak, gelombangnya besar saat ini. Segera turun Pak!” kata Petugas itu lagi dengan nada yang terburu-buru. Simbah pun segera turun dari bus, bus yang telah masuk ke kapal untuk menyeberang selat Sunda menuju kembali ke Jogja setelah satu bulan berada di Palembang untuk melepas rindu dengan cucu-cucunya disana.  “Bagaimana Mbah?” tanya Kakak sepupuku dengan nada khawatir. Terlihat wajah simbah yang telah berkerut itu menyimpan kekhawatiran yang lebih. 







Bagian yang diperbaiki:
1.      “Bagaimana ini Mbah?”, tanya kakak sepupuku dengan nada khawatir.
Menjadi : “Bagaimana ini Mbah?” tanya kakak sepupuku dengan nada khawatir.
2.      Apa kita kembali saja ke dalam bus?”, tanya kakak sepupuku pada simbah.
Menjadi : Apa kita kembali saja ke dalam bus?” tanya kakak sepupuku pada simbah.
3.      Kinipun aku tengah meracang masa depan itu.
Menjadi :  kinipun aku tengah merancang masa depan itu.
4.      “Cepat,cepat!!,” kata tamanku lagi
Menjadi : “Cepat,cepat!!,” kata temanku lagi


Korektor : Afiani Muslikhah
Absen : 01